Kota Mekah
Mengenai keagamaan, sejak Qushai berhasil menggulingkan kekuasaan orang-orang Khuza'ah, dialah yang memegang pimpinan agama. Bangsa Arab mengakui bahwa hak pemeliharaan atas Ka’abah dalam kota Mekah itu hanya pada keturunan Nabi lsmail as. Kerana itu tindakan Qushai mengambil alih kekuasaan atas Ka’abah dari orang-orang Khuza’ah segera dibenarkan dan (diakui oleh bangsa-bangsa Arab, kerana Qushai adalah keturunan Nabi lsmail as. Dengan demikian hanya dialah yang berhak menjaga, membuka dan menutup pintu Ka'abah serta memimpin upacara keagamaan di rumah suci itu. Setelah Qushai meninggal, pimpinan dilanjutkan oleh keturunannya.
Kelahiran Nabi Muhammad saw
di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, bapaknya yang bernama Abdullah meninggal 7 bulan sebelum dia lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh datuknya Abdul Muththalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki Ka'abah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad itu pada tanggal 12 Rabiulawal tahun Gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M.
Adapun sebab dinamakan tahun kelahiran Nabi itu dengan tahun Gajah, kerana pada tahun itu, kota Mekah diserang oleh suatu pasukan tentera orang Nasrani yang kuat di bawah pimpinan Abrahah, gabenor dari kerajaan Nasrani Abessinia yang memerintah di Yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan Ka'abah. Pada waktu itu Abrahah berkenderaan gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh Allah s.w.t. dengan mengirimkan burung ababil. Oleh kerana pasukan itu mempergunakan gajah, rnaka orang Arab menamakan bala tentera itu pasukan bergajah, sedang tahun terjadinya peristiwa ini disebut Tahun Gajah.
Nabi Muhammad saw. adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza’ah atas kota Mekah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hashim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murr’ah dari golongan Arab Bani IsmaiL Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah, di sinilah silsilah keturunan ayah dan ibu Nabi Muhammad saw. bertemu. Baik keluarga dari pihak bapak maupun dari ibu keduanya termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.
Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada orang-orang yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa yang bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad s.a.w. beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik, Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad s.a.w. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun.
Kematian Ibu dan datuk
Sesudah berusia lima tahun, Muhammad s.a.w. dihantarkannya ke Mekah kembali kepada ibunya, Situ Aminah. Setahun kemudian, iaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun, beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk memperkenalkannya kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi makam ayahnya. Maka di situ diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya dirawat di waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Agaknya mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya tentang ayahnya itu; demlkian terharunya, sehingga sampai sesudah ia diangkat menjadi Rasul dan sesudah Ia berhijrah ke Madinah, peristiwa itu sering disebut-sebutnya. font-family: inherit;">Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di situ juga. (Abwa’ ialah nama sebuah desa yang terletak antara Madinah dan Juhfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah selatan kota Madinah).
Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad saw. menghadapi bencana kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar cerita ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya ketika Muhammad saw. dalam kandungan. Sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri, sehingga ia sudah tinggal sebatang kara, menjadi seorang yatim-piatu, tiada berayah dan tiada beribu.
Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi Muhammad s.a.w segera meninggalkan kampung Abwa’ kembali ke Mekah dan tinggal bersama-sama dengan datuknya Abdul Muththalib.
Di sinilah Nabi Muhammad sa.w. diasuh sendiri oleh datuknya dengan penuh kecintaan. Usia Abdul Muththalib pada waktu itu mendekati 80 tahun. Dia adalah seorang pemuka Quraisy yang disegani dan dihormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya, dan penduduk kota Mekah pada khususnya. Demikian penghormatan bagi kedudukannya yang tinggi dan mulia itu, sampai anak-anaknya sendiri tidak ada yang berani mendahului menduduki tikar yang disediakan khusus baginya di sisi Ka’abah.
Disebabkan kasih sayang datuknya, Abdul Muththalib, Muhammad s.a.w. dapat hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasibnya kerana kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini tidak lama berjalan, sebab baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan datuknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula, dalam usia delapan puluh tahun. Muhammad sa.w. ketika itu baru berusia delapan tahun.
Meninggalnya Abdul Muththaiib itu, bukan saja merupakan kemalangsn besar bagi Muhammad saw. tetapi juga merupakan kemalangan dan kerugian bagi segenap penduduk Mekah. Dengan meninggalnya Abdul Muththalib itu, penduduk Mekah kehilangan seorang pembesar dan pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan perwira yang tidak mudah mencari gantinya.
Sesuai dengan wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad saw. diasuh oleh pak ciknya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan kepada anak saudaranya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya sendiri. Selama dalam asuhan datuk dan pak ciknya, Nabi Muhammad menunjukkan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.
Pengalaman-pengalaman penting Nabi Muhammad s.a. w.
Ketika berumur 12 tahun. Nabi Muhammad saw. mengikuti pak ciknya Abu Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum tiba di kota Syam, baru sampai ke Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, “Buhaira” namanya. Pendita itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad saw. Maka dinasihatilah Abu Thalib agar segera membawa anak saudaranya itu pulang ke Mekah, sebab dia khuatir kalau-kalau Muhammad saw. ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.
Nabi Muhammad saw., sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali kepekerjaannya mengembala kambing- kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah yang lain yang diamanahkan kepadanya. Pekerjaan rnengembala kambing ini membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, kerana pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta ketrampilan dalam tindakan.
Di waktu Nabi Muhammad saw. berumur 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Mekah, iaitu kejadian peperangsn antara suku Quraisy dan Kinanah di satu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad s.a.w. ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepada pak cik-pak ciknya dengan menyediakan keperluan peperangan.
Peperangan ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, kerana melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi, berperang menumpahkan darah oleh kerana demikian perang tersebut dinamakan Harbul Fijar yang artinya perang yang memecahkan kesucian.
Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri peribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang asing rnenderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga isteri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan genting. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbullah keinsafan di kalangan pemimpin-pemimpin Quraisy untuk rnemulihkan kembali ketertiban kota Mekah itu. Maka berrkumpullah pemukapemuka dari Bani Hasyim, Bani Muththalib. Bani Asad bin 'Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin-pemimpin Quraisy mengangkat sumpah; bahawa tidak seorang pun yang akan teraniaya lagi di kota Mekah baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barang siapa yang teraniaya, dia harus dibela bersama-sama. Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut Halful fuddhul. Nabi Muhammad s.a.w sendiri mengatakan sesudah rnenjadi Rasul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an, di waktu berusia belasan tahun.
Hasil pertemuan pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan yang baik bagi kota Mekah hingga kota ini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan bangsa Arab.
Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad saw. mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Kerana dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh untung yang banyak, mereka pun kembali ke Mekah.
Sesudah Nabi Muhammad Saw. pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat, perniikahan pun dilangsungkan. Pada waktu itu umur Nabi lebih kurang 25 tahun sedang Siti Khadijah lebih kurang 40 tahun.
Perkahwinan itu telah memberi Muhammad saw. ketenangan dan ketenteraman. Muhammad saw. memperolehi clnta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang pertama mengakui kerasulannya dan sentiasa siap sedia menyertai dia dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.
Nama Nabi Muhammad saw. bertambah popular di kalangan penduduk Mekah, sesudah beliau rnendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbarui bentuk Ka’abah. Pada permulaannya mereka nampak bersatu dan bergotong-royong mengerjakan pembaharuan Ka’abah itu. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke tempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang kritis ini, datanglah Muhammad saw. yang disambut dan segera disetujui mereka. Maka diambilnyalah sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al Hajarul Aswad diletakkannya di tengah-tengah kain itu. Kemudian disuruhnya tiap-tiap pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat tepi kain ke tempat asal Al Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ke tempatnya, maka batu hitam itu diletakkan dengan tangannya sendiri ke tempatnya.
Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal dengan nama “Al-Amin’ atau yang dipercayai.
"waallahulam"
Tiada ulasan:
Catat Ulasan